30 Sep 2012

Ta'zir

Ta’zir merupakan hukuman yang tidak ditentukan oleh Al-Qur’an dan hadits yang berkaitan dengan kejahatan yang melanggar hak Allah SWT dan hak hamba yang berfungsi untuk memberi pelajaran kepada si terhukum dan mencegahnya untuk tidak mengulangi kejahatan serupa.

Berkaitan dengan itu sesungguhnya maksiat ada tiga macam:

1. Jenis maksiat yang memiliki hukuman seperti zina dan mencuri. Hukuman adalah kafarah bagi pelakunya.
2. Jenis maksiat yang memiliki kafarah dan tidak ada hukumannya seperti bersetubuh di siang hari pada bulan Ramadhan.
3. Jenis maksiat yang hukumannya tidak ditentukan oleh syariat atau syariat menentukan batasan hukuman bagi pelakunya tetapi syarat-syarat pelaksanaannya tidak diterangkan dengan sempurna, misalnya menyetubuhi wanita selain farjinya, mencuri sesuatu yang tidak mewajibkan penegakan hukuman potong tangan di dalamnya, wanita menyetubuhi wanita (lesbian) dan tuduhan selain zina, maka wajib ditegakkan ta’zir pada kasus-kasus itu, tersebut dalam hadits:

“Janganlah kamu mencambuk melebihi sepuluh kali cambukan kecuali dalam hukuman dari hukuman-hukuman Allah Azza wa Jalla.” (Diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim dan Abu Dawud)

Hukum pidana Islam telah menyediakan jaminan-jaminan bagi
tertuduh, baik pada tahap penyelidikan/ penyidikan maupun pada tahap
pemeriksaan di pengadilan. 

Pada tahap pertama, jaminan untuk kepentingan
tertuduh adalah sebagai berikut:
a. Penyelidikan atau penggeledahan terhadap orang atau tempat tinggal
tidak boleh dilaksanakan tanpa surat perintah oleh wali al-maz{a>lim dan
bukan dari orang lain.
b. Dikeluarkannya surat tersebut di atas tidak boleh hanya didasarkan pada
kecurigaan. Bukti-bukti yang cukup harus menopang surat perintah itu.
Evaluasi dari cukup atau tidaknya bukti-bukti terletak pada kekuasaan
dikresi dari wali al-maz{a>lim .
c. Bukti-bukti yang digunakan untuk menopang surat perintah
penyelidikan/ penggeledahan harus merupakan hasil dari tindakantindakan
yang sesuai hukum (lawful). Jika sebaliknya harus diabaikan.
d. Apabila seorang laki-laki bertugas untuk menggeledah seorang tersangka
wanita, dia tidak diizinkan dalam situasi bagaimanapun untuk menyentuh
bagian-bagian yang privat dari tubuh wanita itu.

Jaminan pada saat penahanan
a. Penahanan itu tidak boleh dilakukan tanpa surat perintah yang
dikeluarkan oleh wali al-maz{a>lim atau al-muh{tasib.
b. Pada saat kasus itu diserahkan kepada hakim, dia menjadi satu-satunya
orang yang bertanggung jawab untuk menentukan pantasnya penahanan
dan pelepasan.
c. Penahanan hanya boleh dilakukan untuk kejahatan-kejahatan tertentu
yang serius (seperti pembunuhan, penganiayaan, dan sebagainya).
d. Penehanan harus mempunyai jangka waktu. Beberapa ahli hukum
mengatakan bahwa periodenya adalah satu bulan dan yang lainnya.
berpendapat kurang dari itu. Ahli hukum yang lain bilang merupakan
diskresi hakim.

Jaminan pada saat interogasi, sebagai berikut:
a. interogasi harus dilakukan oleh pejabat-pejabat yang memiliki reputasi
khusus dan sifat tidak berpihak dengan tujuan untuk menjamin
dilakukannya dengan wajar dan adil. Pejabat tersebut adalah wali almaz{
a>lim dan al-muh{tasib.
b. Terhadap kejahatan h}udud dan qis{as}, petugas yang melakukan interogasi
tidak diizinkan untuk memaksa/ mewajibkan sumpah dari terdakwa,
ketika ia dihadapkan dengan bukti untuk melawannya. Memaksakan
sumpah, yang sangat tinggi nilainya bagi muslim, dapat mempengaruhi
terdakwa untuk mengatakan hal-hal yang bertentangan dengannya sendiri
dan tidak benar.
c. Terhadap kejahatan-kejahatan h}udud dan qis}as}, terdakwa diizinkan untuk
melawannya. Para fuqaha’ muslim berpendapat bahwa keslahan dalam
kejahatan-kejahatan tersebut harus dibuktikan melalui cara-cara
pembuktian yang ditentukan dalam syari’at Islam dan diamnya terdakwa
bukan salah satu dari cara pembuktian itu.
d. Terdakwa tidak boleh dijadikan korban dari perlakuan tidak manusiawi
dalam bentuk apapun (seperti penganiayaan, kekerasan, pemukulan,
ancaman, dan sebagainya).
e. Syariat Islam melindungi terdakwa dari kelemahannya, kekeliruannya,
dan kesembronoannya sendiri. Syari’at mengatur bahwa pernyataan dan
jawaban-jawaban yang diberikan terdakwa harus diulangi sebanyak
jumlah saksi yang dipersyaratkan oleh syariat. Jadi, terdakwa memiliki
kesempatan untuk menarik pengakuannya

sumber:
http://nothinkthing.blogspot.com/2011/12/tazir-dalam-fiqh-jinayat.html
http://fadhlihsan.wordpress.com/2010/07/16/apakah-hukum-tazir-itu/
http://id.shvoong.com/law-and-politics/administrative-law/2170467-pengertian-ta-zir/#ixzz27wf0YSm1 

Tidak ada komentar: